Ketika Backpacker Mengemis Demi Hidup
00.52 |

Bangkok - Meningkatnya ekspresi dominan traveling sejalan dengan semakin banyaknya turis backpacker. Fenomena yang terjadi, tak sedikit yang mengemis semoga mampu terus traveling.
Adalah 'beg-packers', plesetan dari gabungan kata beggar (pengemis - red) dan backpackers. Secara teknis, beg-packers merujuk pada traveler barat yang bepergian dengan bujet di bawah standar dan berakhir mengemis di destinasi tujuan demi kelangsungan acara traveling. Antara pelit atau nekat.
Dikumpulkan detikTravel dari banyak sekali sumber, Jumat (21/7/2017) eksistensi para beg-packers ini pun semakin sering dijumpai di sejumlah negara di Asia Tenggara menyerupai diberitakan media News Australia.
Contohnya menyerupai Singapura, Thailand, Malaysia dan Hong Kong, sejumlah negara pelarian para beg-packers. Dengan mata telanjang, para beg-packers ini mudah dijumpai di sentra keramaian kota.
Tidak tanggung-tanggung, mereka pun dengan terang-terangan meminta uang dari masyarakat lokal sampai traveler yang melintas. Ada yang cuma modal kertas bertuliskan spidol, ada juga yang mengamen dengan alat musik listrik.
Tujuannya pun cuma satu, mengumpulkan uang untuk membiayai perjalanan mereka berikutnya. Segala cara pun dihalalkan, termasuk menjual barang sampai mengemis.
Tentunya hal itu menjadi sesuatu yang kontras, mengingat traveling mampu dikategorikan sebagai suatu acara yang mungkin cukup mewah di sejumlah negara berkembang. Namun lain halnya di negara maju.
Padahal, sejumlah negara di Asia Tenggara juga memberlakukan aturan ketat di imigrasi sampai syarat bekerja lewat working visa. Siapa pun yang masuk ke suatu negara sebagai turis, tentu tidak diperbolehkan bekerja atau mencari uang di negara tersebut.
Contohnya menyerupai di Singapura, salah satu negara yang mulai menjadi tujuan para kaum beg-packers. Liburan ke Singapura, jangan heran bila Anda melihat turis gila yang mengamen sampai mencari uang dengan menjual kartu pos dan lainnya. Lantas eksistensi mereka juga mengundang reaksi dari masyarakat setempat.
"Ini ialah kali pertama saya melihat hal menyerupai itu, dan itu membuat saya bingung," ujar masyarakat lokal Singapura, Maisarah Abu Samah pada media France 24 Observers.
Sementara masyarakat lokal sibuk bekerja untuk membeli makanan atau membayar uang sekolah, para kaum beg-packers ini malah mengemis uang semoga mampu traveling. Makara mana yang lebih patut dikasihani?
Tidak hanya di Singapura, Bangkok di Thailand pun menjadi salah satu destinasi favorit para beg-packers. Salah satu pengguna Twitter dengan akun @ImSoloTraveller juga sempat memposting beberapa foto beg-packers yang ia temui di jalanan.
Namun tidak hanya memposting foto, caption bernada olok-olokan juga tertulis di bawah fotonya. Katanya kurang lebih menyerupai ini, turis gila miskin, cuma ada di #Bangkok #Thailand.
Selain mengemis di jalanan, tak sedikit juga para beg-packers yang mencari aksesori pundi-pundi uang dengan mengajar Bahasa Inggris dan menjual karya seni dadakan. Semua dilakukan untuk bertahan hidup dan semoga mampu terus traveling.
Menindaklanjuti fenomena yang tengah berkembang itu, Pemerintah Thailand pun menerapkan aturan gres bagi pari wisatawan. Barang siapa tidak dapat menyampaikan jumlah uang minimal (20 ribu Baht atau Rp 7,9 juta) di imigrasi, tidak akan diperbolehkan masuk ke Thailand.
Ya, semoga saja ekspresi dominan serupa tidak terjadi di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar